Archive for the ‘direktorat jenderal bea dan cukai’ Category
Penyelundup Pakai Cara Baru
* Bermotif Mencicil
* BC Tingkatkan Koordinasi
* Informasi Harus Valid
edisi: Sabtu, 15 November 2008
Demikian dikatakan Kepala Seksi Penindakan II Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea dan Cukai (BC) Tanjung Priok, Hengky TP Aritonang saat ditemui di ruang kerjanya, belum lama ini.
“Guna mengantisipasinya, BC memanfaatkan bagian intelijen yang kita punya. Selain itu pengungkapan upaya penyelundupan kita lakukan lewat analisis data dari barang-barang yang akan diekspor,” ungkap Hengky.
“Kalau tidak begitu, salah-salah kita bisa dituntut eksportir, karena dinilai menghambat kegiatan ekspor,” katanya.
Hengky mengatakan motif mencicil bisa dikatakan motif baru yang dilakukan para penyelundup. Salah satunya seperti dalam kasus upaya penyelundupan 32 kontainer yang diduga berisi pasir timah baru-baru ini. Menurut Hengky, sebelum dimasukkan ke dalam kontainer, ratusan karung pasir, yang diduga pasir timah, dikumpulkan di beberapa tempat di sekitar Jakarta.
“Sebelum membongkar jaringan itu, terakhir kita dapat kabar kalau barangnya dikumpulkan di Tangerang,” tutur Hengky.
“Jadi walau petugas di daerah cukup ketat melakukan pengawasan, para penyelundup cukup pintar dengan mengeluarkan barangnya sedikit-sedikit. Begitu ada kesempatan, mereka –penyelundup– langsung kirim sedikit dan seterusnya sampai kemudian siap diekspor lewat pelabuhan ini (Tanjung Priok),” tegasnya.
Lebih lanjut, Hengky menegaskan BC, khususnya KPU BC Tanjung Priok, akan meneruskan upayanya melakukan pengawasan ketat terhadap ekspor barang guna mengantisipasi kegiatan penyelundupan. Saling berkoordinasi dengan kantor-kantor BC di seluruh Indonesia merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk mencegah terjadinya aksi penyelundupan.
“Misalnya kalau ada kecurigaan di daerah, mereka menginformasikan ke kita. Dan nanti kita cegat di sini (Pelabuhan Tanjung Priok). Begitu juga kalau kita punya informasi kuat untuk daerah, kita akan informasikan ke kantor pusat dan nanti diteruskan ke kantor BC yang bersangkutan di daerah,” imbuh Hengky.
Pernyataan senada dilontarkan Kepala Seksi Penyidikan Direktorat Jenderal BC (DJBC) Subdit Penyidikan dan Barang Bukti, Budi Santoso, terkait kasus 15 kontainer, dari 32 kontainer, dengan tersangka LAK. Kata Budi, upaya penyelundupan itu berhasil digagalkan BC setelah petugas memantau aktifitas muat yang dilakukan di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Menurut pengakuan tersangka, barang-barang itu berasal dari Ketapang, Kalimantan, dan dimuat di Tanjung Priok untuk kemudian diekspor,” ujar Budi di kantor pusat DJBC, Jalan A Yani, Rawamangun, Jakarta Timur. (mun)
Penyelundup Timah Ditahan
* Tersangka Asal Kalimantan
* Dokumen Zirkon Ternyata Pasir Timah
* 15 Kontainer Masih Diselidiki
* Ada Tiga Kasus Serupa
edisi: Jum’at, 14 November 2008
Penyidik DBJC saat ini tengah menyelesaikan berkas penyidikan kasus ini, untuk selanjutnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu, 15 kontainer lainnya masih dalam tahap penyelidikan di DJBC Kantor Pelayanan Utama Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sejauh ini, berdasarkan hasil pengujian laboratorium, DJBC mendapati pasir yang tersimpan dalam kontainer tersebut merupakan pasir alam. Meski demikian temuan itu tidak menghentikan langkah penyelidikan yang sedang berlangsung.
“Kita masih akan melakukan lebih lanjut. Sebab, terkadang hasil satu laboratorium berbeda dengan laboratorium lainnya. Tapi sejauh ini pasir itu tergolong pasir alam. Tidak ada kandungan timah di dalamnya,” ungkap Hengky TP Aritonang, Kepala Seksi Penindakan II DJBC KPU Tanjung Priok, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (12/11).
Kapolda Babel Brigjen Iskandar Hasan juga mengungkapkan kesuksesan polisi membongkar jaringan penyelundup seperti dilansir harian ini pada edisi Selasa (4/11) lalu. Lewat kerjasamanya dengan Polda Metro Jaya dan DJBC, Polda Babel berhasil menggagalkan penyelundupan dua kontainer pasir timah asal Babel. Sejumlah tersangka pun telah diamankan terkait tindakan ilegal tersebut. Dengan demikian, jumlah total aksi penyelundupan yang digagalkan dan berada di wilayah DJCB terdapat sebanyak 32 kontainer.
Menurut Budi, kasus LAK ditangani DJBC pusat karena terkait hubungan lintas, dimana setidaknya melibatkan dua pihak. Kasus LAK melibatkan BC Ketapang sebagai tempat pembuatan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Dan KPU BC Tanjung Priok sehubungan dengan lokasi kejadian penyitaan.
“PEB-nya dibuat di Ketapang, Kalimantan, sedang tempat peristiwanya ada di Tanjung Priok. Karena itu untuk kasus 15 kontainer dengan tersangka LAK ini langsung ditangani BC pusat. Sementara 15 sisanya itu masih dalam tahap penyelidikan di KPU Tanjung Priok,” kata Budi di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Rabu (12/11).
Kasus kedua, 10 kontainer yang berasal dari Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Babel, yang saat ini tengah diselidiki lebih lanjut oleh KPU BC Tanjung Priok. Ada pula 5 kontainer dengan isi serupa, yang berdasarkan PEB-nya adalah zircon. Masing-masing kelompok kontainer itu disita KPU Tanjung Priok pada Juni dan September lalu.
“Berdasarkan PEB-nya untuk yang 10 kontainer itu akan diekspor ke Malaysia. Sedangkan yang 5 kontainer akan diekspor ke China. Kalau pun memang benar isinya pasir alam, eksportir bisa tetap dikenakan tindak pidana sesuai dengan pasal 103 huruf A dalam UU No 17/2006 tentang kepabeanan. Eksportir telah melakukan pemalsuan dokumen kepabeanan dengan menyebutkan isi kontainer adalah zircon,” tegas Hengky.
Dia menambahkan, pasir alam juga termasuk dalam barang larangan ekspor sesuai dengan surat Direktur Produk Industri dan Pertambangan No 396/Dag/3-2/V/2007. Selain itu barang lain yang juga dilarang adalah tinslag, dan tailing atau limbah timah.
Terakhir, kata Hengky, dua kontainer yang dalam upaya pengungkapannya melibatkan Polda Babel. Untuk kasus ini, KPU BC Tanjung Priok telah menitipkan sejumlah tersangka untuk ditahan di kantor KPPP Tanjung Priok. Jika penyidikan telah selesai, Hengky mengaku akan segera melimpahkan berkas perkaranya ke Kejari Jakarta Utara. (mun)
————————————————————————
Mengaku dari Ketapang
“Tersangka menyebutkan kalau muatannya adalah pasir zircon. Tapi setelah diperiksa isinya adalah pasir timah. Memang kandungannya tidak terlalu besar, ya sekitar 30 persen, tapi itu sudah termasuk pasir timah dan barang itu dilarang untuk diekspor,” jelas Budi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (12/11).
LAK sendiri, kata Budi, mengaku tidak tahu kalau muatan yang hendak diekspornya adalah pasir timah. Kepada penyidik BC, dia mengaku bahwa pasir itu berasal dari Ketapang, Kalimantan.
“Keterangan yang kita peroleh dari tersangka seperti itu. Dan sesuai domain wilayah kita, tindakan tersangka yang melakukan pemalsuan dokumen sudah cukup menjeratnya,” katanya.
Budi melontarkan jawaban serupa saat didesak apakah pasir timah yang dibawa LAK berasal dari Babel. Pasalnya, Ketapang, Kalimantan bukan termasuk daerah penghasil timah.
“Untuk asal-usul barang itu mungkin sudah masuk ke dalam domain kepolisian. Untuk kita ya terkait dengan kegiatan ekspor nya. Dan sudah jelas kalau tersangka melanggar ketentuan ekspor dengan membuat surat kepabeanan palsu,” tegas Budi. (mun)
—————————————————————————-
UU No. 17/2006 Tentang Kepabeanan
Pasal 103
Setiap orang yang:
a. menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan;
b. membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau catatan;
c. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; atau
d. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 103A
(1) Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
data : mun